"Makna ’balimau’ sudah bergesar dari tradisinya terkhusus kalangan generasi muda karena lebih banyak jadi ajang hura-hura, dari pada makna tradisi balimau tersebut,"
Menurut tradisi "balimau" kerap terjadi perbuatan yang dinilai maksiat. Misalnya, ada yang menjadikan tradisi "balimau" sebagai ajang pacaran. Bahkan tak sedikit lelaki yang memelototi tubuh wanita yang lekuk tubuhnya terlihat jelas sebab badannya berbalut kain basah.
Tingkah laku sebagian orang itulah yang membuat tokoh agama tidak merasa senang tradisi "balimau" kalangan generasi muda, sehingga menuding tradisi "balimau" lebih banyak mudharatnya daripada manfaat, katanya.
Makna dari tradisi "balimau" adalah untuk kebersihan hati dan tubuh manusia dalam rangka mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa.
Tradisi membersihkan diri ini, dilakukan masyarakat tradisional Minangkabau pada zaman dahulu. "Hendaknya diaplikasikan dengan membersihkan hati dan jiwa dengan cara mengguyur seluruh anggota tubuh atau keramas disertai dengan ritual yang memberikan kenyamanan dan efek batin serta kesiapan lahir batin ketika melaksanakan Ibadah puasa,".
"balimau" bukanlah adat, tapi merupakan tradisi masyarakat Minangkabau yang sudah ada sejak zaman Belanda.
"Dulu ’balimau’ lambang dari penyucian diri, sesuai dengan syarak dan adat. Kini, dalam praktiknya, karena pengaruh global tidak lagi sesuai syarak dan adat," katanya.
prosesi "balimau" pada awalnya positif dan mendapat dukungan agama karena sebenarnya "balimau" pada awalnya tradisi itu, tidak saja dilakukan pada saat memasuki bulan puasa.
"Awalnya ’balimau’ itu tidak hanya dilakukan pada saat masuk bulan puasa. Tempatnya tidak di lakukan ditempat pemandian umum, tapi di tempat pemandian masing-masing dan bukan berpasang-pasangan,"
Tradisi "balimau" sebenarnya adalah mengeratkan tali silaturrahim. Kemudian, menyucikan diri sejalan dengan ajaran agama Islam. "Islam itu sangat suka kebersihan dan kebersihan itu sebagian dari iman,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar